MIDANG KAYUAGUNG
Diiringi
musik tanjidor, ratusan pasang pengantin remaja melakukan tradisi ritual
pasca-Lebaran diKayuagung, Ibu Kota Kabupaten
Ogan Komering Ilir (OKI), dengan berjalan sejauh 5 km. Tradisi itu disebut
midang, morge siwe.Selain menyusuri jalan di sepanjang Sungai Komering yang
membelah kota yang terletak sekitar 65 km dari Palembang, Ibu Kota Sumatera
Selatan, barisan pengantin remaja itu juga menyeberangi Sungai Komering dengan
perahu ketek. Ini memberikan gambaran betapa mulianya ritual perkawinan yang
merupakan pertanda berakhirnya masa bujang dan gadis.Sudah turun temurun
tradisi ini digelar masyarakat Kayuagung yang terdiri dari sembilan marga.
Hanya saja, kini ritual itu dilakukan untuk melestarikan tradisi. Karena
perkawinan yang digelar masyarakat tak mungkin lagi bisa menyelenggarakan
upacara sebesar itu.Dalam tradisi midang ini, spontanitas
warga kota yang berpenduduk sekitar 150.000 keluarga memadati
sepanjang jalan yang dilalui. Karena banyaknya pasangan pengantin remaja yang
ikut meramaikan ritual midang, kini digelar selama dua hari, yakni pada Kamis
(26/10) dan Jumat (27/10).Dalam ritual itu digambarkan bagaimana perkawinan itu
dimulai dari perkenalan antara bujang dan gadis, lalu ada acara melamar atau
bahkan kawin lari dan diakhiri dengan perkawinan yang diwarnai arak-arakan
sepasang pengantin keliling kota untuk memberi tahu warga bahwa
sepasang remaja itu kini sudah berubah status.Pada ritual itu, setiap marga diwakili
satu pasang pengantin inti yang berpakaian lengkap pengantin khas Kayuagung
diiringi puluhan bahkan ratusan pengantin remaja sebagai pengiring.Banyaknya
jumlah pengiring ini, menurut Ketua Pemuka Adat Kayuagung Rahman Ahmad,
bergantung besar kecilnya keluarga. Semakin besar keluarga, semakin banyak
pengantin pengiring. Arak-arakan ini juga diiringi musik tanjidor yang
membawakan lagu daerah.Pengantin inti lelaki maupun pengantin pengiring
mengenakan handuk sebagai selendang. Sebagai pertanda bahwa usai arak-arakan
mereka akan mandi di Sungai Komering. Saat mandi itu tidak mengenakan apa-apa,
kecuali handuk yang dilepas begitu tubuh masuk ke air.Mereka meski melewati
pendopoan, karena waktu zaman penjajahan, pemerintah Belanda mengharuskan para
pengantin melewati pendopoan yang kini ditempati bupati. "Itu sebagai
bagian dari pengontrolan pemerintah Hindia Belanda," ujar Rahman
Ahmad.Tanpa “Bong” dan “Juli”Kalau zaman dahulu, dalam arak-arakan juga dibawa
bong (tempat mandi dari kayu yang mengapung) yang biasanya ditempatkan di
sungai. "Itu pertanda ada keluarga baru, ada bong baru. Tetapi karena
sekarang sulit mendapatkan kayu besar yang mengapung, bong itu
ditiadakan," paparnya.Selain itu, arak-arakan juga diramaikan juli
(gerobak yang dihiasi seperti perahu atau kapal). Pengantin inti ini pun
dinaikkan di atas juli saat melewati pendopoan.Kini, midang tanpa bong dan
juli. Arak-arakan cukup berjalan kaki.Menurut Camat Kayuagung Nehru, pesan yang
ingin disampaikan bahwa tradisi arak-arakan ini tetap harus dilestarikan.
"Apalagi, kalau menunggu ada perkawinan mabang handak (bawang putih) yang
mampu menggelar midang, rasanya cukup sulit karena membutuhkan dana sangat
besar. Karenanya, sejak puluhan tahun lalu, tradisi yang dikenal sejak
kesultanan Palembang tahun 1800 Masehi lalu, digelar usai
Lebaran," ujarnya di sela-sela midang.Masyarakat Kayuagung yang menetap
di kota itu ataupun perantau yang mudik saat Lebaran kini memang
dapat menikmati midang tanpa perlu menggelar perkawinan. Dengan biaya swadaya masyarakat,
usai Lebaran Kota Kayuagung akan selalu ramai. Mereka tumpek di sepanjang jalan
yang dilewati peserta midang.Selain midang masih ada acara yang lebih unik
lagi, minsalnya BIDAR (lomba dayung) yang dilaksanakan setahun sekali di
kayuagung.Kerajinan TanganKayuagung terkenal dengan kerajinan tangan perabot
rumah tangga nya, misalnya pembuatan gerabah untuk peralatan masak yang terbuat
dari tanah liat, dan juga dari seni ukiran juga sangat terkenal masyarakat nya
sebagian besar juga berprofesi sebagai ahli ukir, biasanya yang di buat adalah
lemari ukir atau biasa di sebut dengan nama lemari REK.Kesemuaan ari kerajinan
tangan itu di wariskan keahliaanya kepada generasi penerus....Di daerah
pinggiran sungai juga banyak ibu ibu yang berprofesi sebagai pembuat kemplang ,kerupuk,
empek empek asli buatan kayuagung yang rasanya paling khas dan hanya ada di
kota kayuagung.Di kayuagung juga terdapat beragam makanan khas, minsalnya
tempoyak ,pergedel , model,tekwan, pindangan kayuagung, walaupun aku nggak suka
makan pindang tapi aku tau loh makanan khas kayuagung,hiks ....hiks.... dan
masih bnayak lagi deh yang lainya .
MIDANG.....!!!
Midang merupakan kegiatan arak-arakan atau lebih mirip karnaval. Saat
midang berlangsung, para muda-mudi berkeliling kampung dengan mengenakan
pakaian adat OKI. Kegiatan midang ini bisa dijumpai saat Hari Raya Idul fitri
dan sudah menjadi agenda tahunan Disbudbar OKI. Secara umum ada dua jenis
midang, yakni midang pernikahan dan midang morge siwe.
”Midang
pernikahan hanya ditemui saat pernikahan, diikuti kedua mempelai dan
keluarganya. Sementara, midang morge siwe digelar saat hari ke 3-4 Idul fitri
(Lebaran), rombongan midang diikuti pasangan muda-mudi masyarakat Kayuagung
secara umum,". Ritual midang sendiri menggambarkan perjalanan sepasang
anak manusia hingga menjadi suami istri. Dimulai dari perkenalan antara bujang
dan gadis, lalu ada acara melamar atau bahkan kawin lari dan diakhiri dengan
perkawinan yang diwarnai arakarakan sepasang pengantin keliling kota untuk
memberi tahu warga bahwa sepasang remaja itu kini sudah berubah status.
Berikut beberapa photo yang kami ambil dari kegiatan midang 1433 H kemarin ....
0 komentar:
Posting Komentar