Kamis, 09 Januari 2014

SEJARAH ASAL USUL DESA SERITANJUNG


SEJARAH ASAL USUL  DESA SERITANJUNG
KECAMATAN TANJUNG BATU KABUPATEN OGAN ILIR 
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Bersumber dari : Cerita-cerita Sesepuh yang masih hidup di Desa Seritanjung dan di luar Desa Seritanjung, antara lain diambil dari Buku karangan Nazori Mageni. Silahkan sampaikan saran usul bila cerita/legenda asal usul ini kurang lengkap.
 
Mesjid Taqwa Seritanjung Kabupaten Ogan Ilir



    Berdasarkan tutur nenek moyang atau sesepuh warga Desa Seritanjung bahwa Desa Seritanjung yang dulunya masih bernama DUSUN Seritanjung sekarang setingkat Desa yang diatasnya merupakan Pemerintahan Marga Tanjung Batu.  Keturunan nenek moyang asli Desa Seritanjung adalah Suku Jawa yang merantau hingga dapat menjangkau wilayah Seritanjung.  Perantauan orang Jawa ini diperkirakan mulai tahun 1700 M, mereka umumnya memiliki ilmu agama Islam dan beberapa keahlian dan kesaktian yang tinggi.  Mulai saat itulah nenek moyang ini mendiami beberapa daratan seperti Tanjung Batu, hingga daratan Seritanjung. Mereka bertempat tinggal dan berhuma (berladang/berkebun) mulai dari tebing abang sekitar Lubuk Lesung yang disebut dengan perkampungan SEMOLOK, mereka juga mendiami daerah keramat perbatasan dusun 4 dengan dusun 5, hingga ada yang mendiami Bagian Utara desa Seritanjung atau sekitar Teluk Perigi (Payo Perigi) yang sekarang masuk Desa Bangun Jaya.
Diantara asal mula keturunan nenek moyang Desa Seritanjung yang terkenal adalah USANG RADEN KUNING, USANG BAGINDA SARI dan USANG SITI FATIMAH juga bersahabat dengan Usang Senuro Putri Nafisah yang terkenal dengan gelar Putri Pinang Masak.  Usang Raden Kuning pekuburannya atau makamnya dapat diketemukan di tengah-tengah Pekuburan Lubuk Lesung Desa Seritanjung, sedangkan pekuburan/makam Usang Baginda Sari yang juga berjuluk Umar Baginda Sari diperkirakan berada di seberang Desa Tanjung Atap.  Sedangkan Pekuburan/makam Usang Siti Fatimah diperkirakan berada di Jalan Keramat antara Dusun 4 dan Dusun 5 sekarang.
Usang Raden Kuning memiliki keahlian dan kesaktian berupa pintar bermain bola kaki dan memelihara ular sebagai senjata untuk melindungi diri dari musuh-musuhnya. Ular-ular peliharaan Raden Kuning dipergunakan untuk membunuh musuh-musuh yang mengganggu kehidupannya.  Usang Raden Kuning memiliki Pedang Pusaka nan sakti. Sedangkan Usang Fatimah terkenal dengan rambutnya yang sangat panjang hingga beberapa meter, tampak jelas apabila sang usang Siti Fatimah mandi ke sungai dengan rambut yang terurai sangat panjang. Daerah tempat tinggal usang Siti Fatimah terletak antara dusun 4 dengan dusun 5 yang saat ini dikenal dengan JALAN KERAMAT karena terdapat pekuburannya dan sering terjadi penampakan jelmaan usang Siti Fatimah Berambut Panjang di jalan ini.  Usang Siti Fatimah juga bersahabat dengan Usang Putri Senuro (Putri Pinang Masak) yang memiliki kepandaian kerajinan tangan seperti anyam-anyaman dari bambu dan purun.
SMP Yayasan Pendidikan Seri Tanjung Dahulu Tempat Tinggal Sesepuh Pendiri Desa Seritanjung Atau Tebing Abang

Sebagai tempat tinggal pertama kali para usang Raden Kuning, Baginda sari dan Usang Fatimah adalah di sekitar wilayah pekuburan lebuk lesung sekarang dan disekitar lokasi SMP YPST Seritanjung (tebing abang) yang dahulu dikenal dengan nama SEMOLOK. Disinilah mereka mendirikan tempat tinggal dan berladang.  Di sebelah laut/batang hari penesak (sungai) mereka gunakan untuk mencari ikan di lubuk sampai ke lebung-lebung yang ada di sekitar itu.  Lebung yang masih terkenal adalah lebung Gasing sebagai tempat mencari ikan hingga kini, namun saat ini tanah lebung gasing sudah sangat dangkal.  Kemudian karena sering adanya gangguan binatang dan hama seperti buaya Rebang kuning, dan semut-semut, maka mereka sepakat untuk pindah ke di tengah-tengah dusun yang saat ini merupakan dusun 3 dan dusun 4, namun penyebaran keluarganya hingga dusun 5 dan daerah payo Perigi yang juga dikenal dengan Teluk Perigi.  Karena itu di beberapa tempat seperti di dusun 5 tengah pernah ditemukan pernak-pernik keramik piring pecah belah, dan lumpang yang sangat berumur diperkirakan berasal dari luar daerah kita (China).   Beberapa warga juga masih menyimpan barang berharga tersebut seperti keris, pedang dan parang.

Konon cerita dahulu kala setelah kepindahannya ke tengah dusun Seritanjung sekarang, Baginda Sari pandai membuat ladang yang sangat luas di kawasan dekat Payo Perigi yang merupakan Tanjungan. Teluk di Tanjungan inilah yang disebut hingga saat ini dengan nama Teluk Perigi.  Kepandaian Baginda Sari berladang ini terjadi turun temurun di Tanjungan ini dengan hasil tanaman yang sangat banyak. Karena memiliki ladang yang luas nan subur di Tanjungan inilah, Baginda Sari juga disebut BAGINDA SARI TANJUNG. Hingga kawasan ini terkenal dengan SARI TANJUNG, yang merupakan cikal bakal nama DUSUN SERITANJUNG dan berubah menjadi DESA SERITANJUNG.  Dusun Seritanjung merupakan bagian dari Marga Tanjung Batu. Karena itu, letak pekuburan BAGINDA SARI tidak ditemukan di Desa Sritanjung, diperkirakan beliau terus melakukan pengembaraan dalam berladang hingga ke Dusun Tanjung Atap saat ini hingga menetap disana. Di Desa Tanjung Atap terkenal juga Usang yang mereka sebut Usang UMAR BAGINDA SARI yang pekuburannya terletak di seberang laut Desa Tanjung Atap. ..
LANJUTAN ....


ASAL USUL NAMA LUBUK LESUNG DESA SERITANJUNG
Konon cerita dahulu kala, Putri Pinang Masak Senuro selain dirindukan oleh Usangsungging Tanjung Batu juga sangat dirindukan oleh RADEN KUNING dari Desa Seritanjung.  Namun percintaan mereka sulit untuk saling bertemu, karena banyak halangan dan rintangan.  Sebagai tanda cinta dan rindu Putri Pinang Masak suatu hari Putri Pinang Masak dari Senuro mengirimkan sebuah LESUNG kepada Raden Kuning di kampung Semolok.  Kiriman lesung tersebut keluar dari salah satu LUBUK di sebelah laut SEMOLOK sekarang pekuburan Lubuk Lesung.  Karena kesaktiannya, Putri Pinang Masak mengirimkan Lesung tersebut secara Ghaib melalui Lubuk di Batang Hari/Buluran tersebut.  Lubuk tempat keluarnya Lesung kiriman Putri Pinang Masak tersebut sekarang masih ada, dan pada zaman bien Lubuk ini tidak pernah kering dan selalu didiami BUAYA REBANG KUNING sebagai penghuni Lubuk tersebut, hingga saat ini daratan sebelahnya dinamakan LUBUK LESUNG dan menjadi nama LAHAN PEKUBURAN yang disebut LUBUK LESUNG atau disingkat BUKSUNG yang berarti LUBUK LESUNG

Rabu, 08 Januari 2014

Sersan Mayor Abdul Muis: Pahlawan yang Dilupakan

Sosok Pahlawan daerah Sersan Mayor (Serma) Abdul Muis ketika mengunjungi desa Batun Baru, Kecamatan Jejawi, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan pada tahun 2010 lalu. Kebetulan saat itu, saya terpilih menjadi salah satu peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) IAIN Raden Fatah Palembang yang ke-55 untuk desa Batun Baru.
13523996712130017405
Patung Serma Abdul Muis
Hal menarik yang saya tangkap, sesaat tiba di desa Batun Baru, adalah monumen patungnya. Monumen patung ini ternyata satu-satunya yang dibangun di Kecamatan Jejawi. Padahal Kecamatan Jejawi mempunyai tujuh desa lainnya. Selama di perjalanan pun mulai dari Palembang sampai memasuki Kecamatan Jejawi yang berjarak kurang lebih 32 km─sama sekali tidak tampak monumen patung selain di desa Batun Baru. Saya menduga, kemungkinan ada kisah menarik yang melatarbelakangi pendirian monumen patung tersebut. Hanya saja, saya belum mempunyai niatan untuk mendalaminya. Sampai suatu hari saya menemukan fakta bahwa monumen patung yang terlihat kokoh itu kondisinya memprihatinkan.
Setahu saya, monumen adalah bangunan atau tempat yang mempunyai nilai sejarah yang penting dan dipelihara serta dilindungi oleh Negara. Tetapi mengapa monumen patung satu ini pengecualian? Ada beberapa bagiannya yang rusak seperti prasasti peresmian monumen, pagar, dan temboknya. Begitu juga di sekitaran monumen, telah ditumbuhi ilalang dan jamur. Jemuran dan drum-drum warga pun bertumpukan─menambah kesan tidak terawatnya monumen patung tersebut. Akhirnya saya pun mendatangi kepala desa (kades) Batun Baru untuk meminta penjelasan darinya.
13524063031418269379
Prasasti Peresmian Monumen Pahlawan Serma Abdul Muis yang kondisinya telah rusak.
135240634848541476
 Monument Patung (Serma) Abdul Muis
Tampak kondisinya memprihatinkan. Pagarnya sudah hilang. Bahkan disekitar lokasi monumen dijadikan tempat menjemur pakaian dan penitipan drum warga.
Ada dua pertanyaan yang saya sampaikan kepada kades Batun Baru yakni Bapak Jailani. Pertama, saya ingin mengetahui siapakah sosok patung tersebut? Kedua, mengapa patung tersebut tidak mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya. Bapak Kades pun menjelaskan bahwa patung tersebut adalah Serma Abdul Muis. Memang katanya, pendirian patung Serma Abdul Muis untuk mengenang perjuangan warga Batun dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947. Hanya saja, dia mengakui bahwa patung Serma Abdul Muis sudah tidak mendapatkan perawatan lagi sejak 2006─disebabkan persoalan klasik, anggaran desa yang tidak mencukupi. Apalagi desa Batun Baru statusnya masih desa persiapan, banyak infrastruktur yang harus didahulukan daripada mengurusi sebuah monumen patung. Bapak Kades pun lalu menyarankan kepada saya apabila tertarik lebih lanjut untuk mendalaminya, silahkan bertanya kepada Bapak Amidin, dia adalah bekas anak buah Serma Abdul Muis. Rumah beliau berada di desa sebelah, desa Muara Batun. Tanpa berlama-lama saya pun segera meluncur untuk menemui orang yang dimaksudkan.
13524056421091834364
Inilah Bapak Amidin Jailani, bekas anak buah Serma Abdul Muis.
Dia bernama lengkap Amidin Jailani, usianya kisaran 80 tahun, satu-satunya bekas veteran perang yang masih hidup saat ini tatkala peristiwa penyerangan pasukan NICA (Netherland Indies Civil Administration─Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) di desa Muara Batun tahun 1947. Pembawaannya tenang dan pendengarannya pun masih baik di usianya yang tergolong uzur. Saya benar-benar diistimewakan beliau setelah mengutarakan maksud dan tujuan saya menemuinya. Beliau memang sudah lama mengharapkan ada warga atau anak muda datang kepadanya lalu bertanya mengenai monumen patung tersebut. “Tetapi apa boleh buat, warga di sini terutama anak mudanya tidak tahu menahu. Mereka lupa dengan apa yang kami perjuangkan dulu”, sesal Bapak Amidin.
Beliau kemudian mengajak saya untuk melihat beberapa catatan perjuangannya bersama Serma Abdul Muis. Sambil membongkar-bongkar berkas yang tampak sudah lusuh dan menguning, dia lalu menyodorkan sebuah map yang berisi tulisannya. “Di dalam Map ini ada memoar saya ketika berjuang bersama Serma Abdul Muis, memoar ini jugalah yang akhirnya memprakarsai pendirian monumen patung Serma Abdul Muis tahun 1984”, ujar Bapak Amidin.
13524131661791022723
Naskah memoar Bapak Amidin saat bertempur bersama Serma Abdul Muis tahun 1947. Tampak naskahnya sudah lusuh dan menguning.
Dahulu, bekas prajurit perang (veteran) tahun 1947 di Muara Batun sama sekali tidak diperhatikan pemerintah. Makanya, Bapak Amidin dan kawan-kawan menulis memoar ini untuk mengingatkan kepada mereka (pemerintah) bagaimana kerasnya perjuangan mereka dahulu. Apalagi saya masih ingat betul dengan pesan terakhir Serma Abdul Muis sebelum menjadi martir (mengorbankan diri). Dia bilang agar suatu saat nanti dapat menceritakan bagaimana dulunya ia berjuang. Makanya dia memutuskan menjadi orang yang akan meledakkan jembatan itu bila seandainya tidak dapat lagi mempertahankan Batun”, ucap Bapak Amidin panjang lebar.
Saya pun terdiam dan sedikit terkejut, ternyata kematian Serma Abdul Muis dikarenakan martir. Bapak Amidin pun kemudian melanjutkan dengan memperlihatkan foto-foto saat dan sesudah perjuangan. “Jika kamu pernah ke Monpera (Monumen Perjuangan) di Palembang, kamu akan melihat beberapa foto kami di sana. Bahkan pernah bagian kemuseuman Palembang meminta foto dari saya demi menambah koleksi Museum”, kata Bapak Amidin.
Setelah puas melihat koleksi foto-foto perjuangan Bapak Amidin, saya pun mulai bertanya, bisakah Bapak menceritakan kembali kronologi pertempuran di Muara Batun sampai gugurnya Serma Abdul Muis? “Ya, tentu saja”, jawab Bapak Amidin. “Di dalam Memoar yang saya tulis ini juga ada, atau diorama di monumen patung itu juga ada, tapi jika kamu ingin mendengarkan langsung dari saya, juga boleh”, kata Bapak Amidin memberi pilihan.
Saya pun memilih mendengarkannya langsung, walaupun sekali-kali terlihat Bapak Amidin membolak-balikan naskah memoarnya saat lupa dengan tanggal peristiwa. Menurut penuturan beliau, pertempuran di Muara Batun tahun 1947 tidak lepas dari kalahnya pertempuran yang ada di Palembang tanggal 1-5 Januari 1947 (atau dikenal pertempuran lima hari lima malam). Di mana setelah Belanda (NICA) mendapatkan kemenangan di Palembang, mereka melanjutkan ke daerah lainnya terutama Kayu Agung, Ibu Kota Kabupaten OKI saat ini. Demi menjaga Kayu Agung itulah, pimpinan militer Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk kawasan Sumatera membentuk suatu brigade tempur.
Dalam peta pertahanan OKI, ada dua klasifikasi daerah yang dianggap menjadi titik rawan pada saat itu. Pertama, dari jalur air yakni sungai Komering dan sungai Ogan. Kedua, dari jalur darat yang ditempuh dalam dua rute. Rute pertama, Palembang ― Rambutan ― Jejawi ― Sirah P. Padang ― Kayu Agung. Rute kedua, Palembang ― Simpang Payakabung ― Kayu Agung. Pengamanan keseluruhan daerah tersebut dilakukan dengan membentuk tiga front, yaitu front tengah, front kanan, dan front kiri.
Di Jalur darat pada rute pertama, Belanda berhasil memukul mundur pasukan Indonesia dari simpang Rambutan. Mereka menjadikan Rambutan sebagai pertahanan sebelum bergerak ke Kayu Agung. Setelah itu mereka maju kembali masuk ke dusun Lingkis pada tanggal 23 Januari 1947. Ketika memasuki Lingkis, pasukan Belanda diserang secara frontal oleh pasukan Indonesia. Sehingga pasukan Belanda terpaksa mundur dan kembali ke Simpang Rambutan. Sedangkan pasukan Indonesia sendiri mundur ke Muara Batun untuk mempersiapkan diri menghadapi serangan Belanda yang kedua.
Akhirnya setelah memiliki perencanaan yang matang, pasukan Belanda memasuki kembali dusun Lingkis. Kali ini mereka membawa amunisi lebih banyak dan modern dari sebelumnya. Dengan adanya dukungan senjata seperti itu, pasukan Belanda berhasil menduduki Lingkis dalam waktu yang singkat. Namun pada saat memasuki wilayah Muara Batun, pasukan Belanda benar-benar baru merasakan bagaimana semangat para pejuang Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Taktik gerilya yang diterapkan oleh komando Serma Abdul Muis ternyata membuat pasukan Belanda kesulitan. Belanda benar-benar tidak tahu mana yang pejuang dan mana yang sipil. Senjata modern yang mereka bawa pun seakan tidak berguna. Belanda kalah dengan taktik yang diterapkan Serma Abdul Muis.
Karena gagal menerobos Muara Batun, akhirnya Belanda pun menerapkan strategi kotor. Mereka menembaki semua orang yang ada dihadapannya. Rumah-rumah warga dibakar, dan orang-orang tidak bersalah dianiaya. Tujuannya agar para pejuang Indonesia keluar dari tempat persembunyian dan menyerahkan diri.
Namun Serma Abdul Muis lebih memilih mengahapi Belanda secara berhadapan ketimbang menyerahkan diri. Sehingga terjadilah tembak-menembak antara pasukan Belanda dan pasukan Indonesia. Karena senjata yang tidak memadai, pasukan Indonesia mundur sampai ke jembatan sungai Ogan yang memisahkan Muara Batun Barat dan Timur (sekarang desa Batun Baru). Di jembatan sungai Ogan inilah akhirnya Serma Abdul Muis tertembak saat hendak meledakkan jembatan yang menghubungkan Muara Batun Barat dan Timur. Peristiwa naas tersebut dimulai saat pasukaan Indonesia tidak dapat lagi menahan serangan Belanda. Karena terus terdesak, Serma Abdul Muis pun memasang taktik mengulur waktu dengan cara meledakkan jembatan yang menghubungkan Muara Batun Barat dan Timur. Agar para pejuang kemerdekaan yang masih tersisa bisa melarikan diri ke benteng pertahanan di Kayu Agung.
Dalam usaha peledakan jembatan, Serma Abdul Muis menunjuk dirinya sebagai eksekutor dengan ditemani tujuh rekan lainnya sebagai pelindung. Kemudian Serma Abdul Muis mulai melakukan aksinya. Pertama-tama ia bergerak ke tengah jembatan dan memasang granit, lalu mulai menyalakan api agar efek ledakan bisa melukai Belanda. Namun sayang ketika menyalakan api itulah peluru-peluru Belanda berhasil menembus dada Serma Abdul Muis sehingga gugurlah dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan Indonesia di jembatan sungai Ogan. Kematian Serma Abdul Muis itu memukul moril dan keberanian para pejuang dalam mempertahankan wilayah OKI dari pasukan Belanda.
13524016001033462650
Peta lokasi jembatan yang menghubungkan desa Muara Batun dan Batun Baru saat terjadinya pertempuran dalam mempertahankan kemerdekaan tahun 1947.
1352401858115061850
Lokasi jembatan lama yang akan diledakkan oleh Serma Abdul Muis.
Setelah bercerita panjang mengenai peristiwa pertempuran di desa Muara Batun hingga menggurkan Serma Abdul Muis pada tahun 1947. Saya pun menjadi terkesima dengan sosok Serma Abdul Muis. Ternyata Serma Abdul Muis turut berperan penting juga dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sayangnya kini, namanya dilupakan banyak orang, terutama bagi warga Muara Batun dan Batun Baru sendiri. Ini terlihat dari banyaknya anak muda yang tidak tahu dengan sosok patung tersebut.
Saya pun sedikit menyinggung kondisi monumen patung Sersan Abdul Muis kepada Bapak Amidin. Beliau langsung menjawab dengan sinis, “sudahlah nak, saya gerah dengan orang-orang itu, berapa kali saya bicara sama mereka mengenai monumen patung itu. Tapi tetap saja. Cobalah lihat dinding pada monumen patung itu, sudah rusak. Pagarnya pun hilang entah ke mana. Padahal seharusnya ada anggaran untuk merawatnya.” Saya hanya diam tanda tidak mau melanjutkan. Tapi di dalam kepala saya, teringat akan perkataan guru saya dulu, bahwa monumen itu salah satu fungsinya sebagai sites of memory (tempat mengingat warga pada suatu peristiwa di masa lampau) yang bila diabaikan begitu saja maka hilanglah peristiwa di masa lampau itu. Bahkan bila tidak disiapkan untuk diperkenalkan kepada generasi yang akan datang, site of memory akan hilang nilainya.
1352402039937973734
Menurut Bapak Amidin, dulu ada catatan nama-nama pahlawan yang gugur pada tembok monumen ini. Sayangnya sekarang sudah hilang. Cat bewarna merah itulah yang menghapusnya.
SDN 1 Muara Batun, Kecamatan Jejawi, OKI.
13524025691934278921
SDN 1 Muara Batun., Kecamatan Jejawi, OKI. Foto ini diambil saat kondisi halaman sekolahnya kebanjiran.
Inilah sedikit cerita mengenai pahlawan daerah, Serma Abdul Muis bersama monumen patungnya yang dilupakan. Semoga cerita ini menjadi inspirasi dan motivasi bagi teman-teman yang berada di pelosok sekalipun untuk turut menceritakan pahlawan daerahnya. Sungguh di Nusantara ini masih banyak pahlawan-pahlawan yang belum diangkat ke permukaan untuk diceritakan. Kini saatnyalah, kita mengangkat mereka untuk menemukan arti dan nilai-nilai pengabdian mereka kepada bangsa ini─demi generasi muda Indonesia lebih baik

BELAJAR BAHASA KAYUAGUNG


                  "Ayo BELAJAR Bahasa Kayuagung 
                               Secara Garis Besar"
Sebelum Berkunjung Kesana Coba dah Pelajari..!!
  •  Orang : Jime       
  • susah : joreh
  • enak : bangek
  • tidak enak : mak bangek
  • banyak : bosai
  • Dikit : cutek
  • nyamuk :nyek-nyek
  • Kanji/ genit : tudow
  • lebaran : bebuke
  • lepas : pacol
  • erat : orot
  • Bau : Ombow
  • harum /wangi : horom
  • tidur : tuwoi
  • bangun : miah
  • Pegal : Pogol
  • tidak : Homak
  • apa : onyi
  • iya : oyo
  • nanti : na'on
  • sebentar : sebowai
  • lama : muni
  • Putih : Handak
  • Hitam : harong
  • Baju : Kawai
  • Celana : seluwar
  • Panjang : tojang
  • Pendek : mobah
  • Tidak Tau : Mak pandai/mak nalom
  • Makanan : Okanan
  • Minuman : inoman
  • PErut : Botong
  • Pedih : podeh
  • Bahagia : sonay
  • Merah : Suloh
  • Kita : Owam kangen : ngiam
  • Aku : Onyak
  • Bapak : Ubak
  • Mama : Umak
  • Kakak : Bakas
  • Nenek : Niyai
  • Kau : Niku
  • Gila : Lawang
  • Capek : Hongas
  • Pulang : Mulang
  • Sini : Dije
  • Telanjang : Bintong
  • Makan : Mongan
  • Minum : Nginom
  • Hidup : Huek
  • Mati : Padom
  • satu : Osai
  • Pergi : Laju
  • Main : Musek
  • Ketawa : Mahe
  • Nangis : Miwang
  • Gatal : Gatol
  • gigi : Kodes
  • Mata : Mate
  • Hidung : Iyong
  • Besar : Balok
  • Kecil : Ronek
  • senang : Ladas
  • melamun : junon
  • mau : Hage/domon
  • ada : uwat
  • tidak ada : mak omet
  • kesal : kosol
  • jelek : Hajap
  • Bagus : Holow/cindo
  • Dapat : mangse
                      
Susah-susah gampang  Rata orang lucu kalo mau belajar tapi asyik kok' bahasanya lucu...

apalagi logatnya......hehehehe Semoga banyak pengetahuan yang bisa kamu dapet........

Selasa, 07 Januari 2014

ASAL USUL DUSUN DI SEKITAR KAYUAGUNG

ASAL USUL DIBALIK NAMA DUSUN 
Setiap nama dusun di Kayuagung, memiliki cerita tersendiri :
  • Sukadana, dinamakan Sukadana karena lebak dari dusun itu mengelilingi sebuah danau. Pada mulanya dusun ini bernama Suka Danau, tapi lama kelamaan berubah penuturannya menjadi Sukadana.
  • Paku, dinamakan demikian memiliki latar belakang peristiwa berhubungan dengan tumbuhan paku atau sejenis pakis. Menurut cerita, pada waktu merintis dusun ini, Tuan Mekedum alias Bucit terjatuh kedalam pusaran air di Lubukbaru. Tempat ini berada di sebelah selatan dusun Jua-Jua. Pada waktu terjatuh itu ia dapat berpegang pada serumpun tumbuhan paku dan lantaran itu ia selamat dari pusaran air. Untuk memperingati peristiwa ini dusun ini dinamakan dengan dusun Paku. Menurut cerita, Bucit menjadikan paku sebagai suatu tumbuhan patangan untuk dimakan.
  • Mangun Jaya, berasal dari nama seseorang pimpinan yang merintis di buatnya dusun ini. Namanya adalah si Mangun, sedangkan jaya berarti sukses atau kejayaan.
  • Sida Kersa, diambil dari penggunaan tempat ini pada zaman dahulu sebagai tempat orang penghukuman. Dalam bahasa kayuagung, orang hukuman disebut Dersa. Kata ini selanjutnya di pandang sebagai kata dasar yang setelah melalui penuturan dari masa ke masa menjadi Sida Kersa.
  • Jua-Jua di ambil dari nama ikan Juwa-juwa yaitu semacam ikan seluang. Karena mengikuti penuturan lama kelamaan kata juwa-juwa berubah menjadi Jua-Jua.
  • Kayuagung, disebut demikian sebagaimana telah disinggung terdahulu ialah karena ditengah-tengah dusun ini terdapat sebatang kayu yang sangat besar. Sekarang kayu itu sudah tidak ada lagi.
  • Perigi, dinamakan Perigi karena pada waktu mendirikannya didusun ini ada sebuah kolam atau Perigi. Lagi pula nama ini merupakan pindahan dari nama dusun di Pematang Sidahutang.
  • Kotaraya dinamakan karena ini pada dahulunya merupakan kota ini adalah kota yang ramai.

ASAL USUL KAYUAGUNG

Asal-usul Kota Kayuagung



          Kayuagung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dari Kabupaten dari Provinsi Sumatera Selatan (Palembang), Kayuagung yang berjarak 65 KM dari pusat kota Palembang, Kayuagung merupakan Daerah Tingkat II di provinsi sumatera selatan. Kayuagung merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).



Kayuagung Terdiri dari 10 kelurahan (Morge Siwe)

  1. Mangujaya
  2. Cintaraja
  3. Jua-jua
  4. Sidakerja
  5. Sukadana
  6. Paku
  7. Kedaton
  8. Kotaraya
  9. Kayuagung Asli
  10. Perigi

          Nama Kayuagung secara umum berasal dari sebuah sejarah, dimana pada zaman dahulunya, daerah kota kayuagung terdapat pohon-pohon yang berukuran besar, bahkan ada yang sampai berdiameter 4 meter , kemudian disimpulkanlah oleh para petua Pohon itu berarti Kayu sedangkan Besar Itu Agung. mungkin andapun secara tidak sengaja pernah melihat pohon berukuran besar di kota anda, kemungkinannya itu merupakan pohon kayuagung, tapi bukan berarti setiap pohon yang besar itu merupakan pohon kayuagung, ciri khas pohon Kayuagung itu berukuran besar memiliki urat pohon yang timbul dan memiliki akar yang besar dan menjular, selain itu juga terdapat akar yang menjular dari atas kebawah, jadi dari sebuah pohonlah nama dari kota kayuagung itu.

     Kayuagung ibukota dari Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan Pemerintah Daerah Tingkat II di Sumatera Selatan yang luasnya sekitar 21.469,90 kilometer persegi yang secara geografis terletak antara 104 2'-106 o' derajat Bujur Timur dan 4o 30'-4o 15 derajat Lintang Selatan. jumlah penduduk dalam sensus 2008 mencapai kurang-lebih 55,285 ribu jiwa lebih, mayoritas penduduknya beragama Islam.

ASET KEBUDAYAAN KAYUAGUNG TIDAK TERAWAT

Banyak Aset Sejarah Di OKI terbengkalai

Banyak asset budaya dan sejarah yang tersebar di kabupaten Ogan Komering ilir (OKI) terbengkalai, pemerintah dalam hal ini dinas Kebudayaan dan Pariwisata OKI, terkesan menelantarkan asset-aset sejarah yang seharusnya dirawat dan bisa dijadikan objek wisata sehingga mampu menambah Penadapatan Asli Daerah (PAD).


Beberapa aset sejarah yang terlantar seperti keberadaan rumah limas Pangeran Redjed Wira Laksana yang terletak di Desa Sugih Waras, Kec. Tanjung Lubuk atau warga setempat lebih mengenal dengan sebutan rumah 100 tiang ini yang kondisinya masih asli dengan ornamen lengkap, walaupun usianya sudah 200 tahun lebih, dan rumah Pangeran Krama Jaya yang berada di Desa Buluh Cawang, Kec. Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Selanjutnya rumah limas yang sudah berumur ratusan tahun juga terletak di Desa Pulau Gemantung, Kecamatan  Tanjung lubuk,  sementara di kecamatan Kayuagung berada Kelurahan Sukadana, tak ketinggalan rumah tua itu juga terdapat di  Kecamatan Pangkalan Lampam.

Rumah tua  yang rata-rata dibangun pada tahun 1811 ini memiliki arsitektur yang masih asli, yaitu percampuran Cina dan Melayu itu hingga kini belum  ada dari pihak terkait dari Dinas Pariwisata ataupun lembaga pemerhati cagar budaya yang memberikan bantuan terhadap pemeliharaan maupun perawatan rumah ini.

Selain rumah-rumah limas yang umurnya sduah ratusan tahun, di kabupaten OKI juga tersebar beberapa makam keramat yang berukuran 9 meter. Tetapi makam panjang itu sampai saat ini belum juga mendapat perhatian dari dinas pariwisata, bahkan salah satu makam panjang berukuran 9 meter yang terletak di kelurahan kedaton, Kecamatan kayu Agung, dipenuhi semak belukar.

Selain itu juga terdapat Makam Serunting Sakti konon dalam cerita legenda sumsel merupakan makam Sipahit Lidah yang berada di kecamatan pampangan, juga kurang mendapat perhatian, Padahal jika beberapa aset budaya dan sejarah ini memang dirawat dan kelola maka bisa menjadi objek wisata sehingga bisa menambah PAD kabupaten.

Menyikapi hal ini Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) OKI, Abdiyanto, SH, Jumat (23/9/2011) mengatakan pihaknya sangat menyayangkan atas hal ini, padahal setiap tahun dinas kebudayaan dan pariwisata menganggarkan untuk perawatan dan pembinaan objek wisata di OKI. ”Seharusnya beberapa aset sejarah yang belum tersentuh pemeliharaannya itu bisa menjadi perioritas Disbudpar untuk pemeliharaannya,” kata Ketua Komisi IV ini.

Kedepan pihaknya berharap Disbudpar OKI, harus melestarikan aset peninggalan sejarah itu, karena termasuk aset daerah yang harus dijaga dan dirawat. ”Kedepan harus menjadi objek wisata dan kebanggan daerah OKI, selain itu bisa juga untuk menambah PAD OKI,” ungkap politisi dari partai PDI perjuangan ini.

Pihaknya nanti akan mengajak Disbudpar OKI untuk membicarakan tentang pemeliharaan aset sejarah yang terbengkalai ini. ”Daerah OKI ini daerah majemuk sangat banyak etnis dan ragam budaya, kedepan kita akan ajak dinas kebudayaan dan pariwisata untuk membahas tentang pemeliharaan aset sajarah ini,” terangnya.